KALIMAT EFEKTIF DALAM BAHASA INDONESIA



BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kegiatan menulis atau mengarang terdiri atas dua unsur besar. Pertama, berkaitan denan isi atau apa yang dituliskan. Kedua, berhubungan dengan penyajian atau bagaimana isi karangan itu dikemas dan disajikan melalui media bahasa tulis. Keduanya sama pentingnya. Sebagus apapun bahasa sebuah tulisan, jika tidak diolah dan disajikan sedemikian rupa sahingga sesuai kaidah, menarik dan mudah dipahami, maka tidak akan banyak yang membacanya. Begitu pula, penyajian yang bagus tanpa isi yang bermakna, maka akan ditinggalkan oleh pembacanya.
     Salah satu penyajian itu berkeaan dengan pendayagunaan bahasa yang akan dipengaruhi oleh ketepatan diksi atau pilihan kata, gramatika, dan gaya tutur penulis. Oleh karena itu, pada makalah ini anda akan diajak untuk mempelajari masalah pendayagunaan perangkat kebahasaan secara efektif, khususnya diksi dan kaidah kebahasaan lainya, agar pesan-pesan yang disampaikan seorang penulis melalui karanganya dapat ditangkap oleh pembaca sebagaimana yang diharapkan oleh penulis.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimana memanfaatkan konsep konsep diksi dalam menulis?
Mengapa kalimat efektif perlu dalam belajar bahasa indonesia?
Bagaimana kalimat efektif dalam membuat karangan/makalah?
Apakah kalimat efektif harus diterapkan dalam sebuah penulisan?
Apa manfaat kata yang tepat dalam membangun kalimat efektif?

1.3  Tujuan Pembahasan
Setelah membaca makalah yang berjudul Kalimat Efektif dalam Bahasa Indonesia, anda diharapkan dapat mendayagunakan kalimat secara efektif untuk merumuskan dan menyampaikan ide, pemikiran, dan pesan-pesan karanganya. Dengan kata lain, usai membaca makalah ini anda diharapkan dapat:
1.      Menjelaskan konsep kalimat;
2.      Memanfaatkan kata dengan tepat untuk membangun kalimat efektif;
3.      Memperbaiki kekelirua penggunan kata dalam kalimat;
4.      Menjelaskan konsep kalimat efektif;
5.      Menjelaskan ciri-ciri kalimat efektif;
6.      Menganalisis keefektifan suatu kalimat; serta
7.      Menyusun kalimat efektif dalam karangan.







BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Diksi
Kata atau rangkaian kata bukan sekadar rangkaian bunyi atau huruf. Kata adalah simbol bahasa yang bermakna. Didalam sebuah kata terkandung unsur-unsur berikut.
1)      Makna, yang mengacu pada suatu konsep atau gagasan yang mewakili lambang dari suatu benda, peristiwa, atau gejala.
2)      Nilai rasa (emosi), yang berkaitan dengan cita rasa positif-negatif, santun-kasar, gembira-sedih, dan suka-duka.
3)      Bentuk, keselarasan bentuk kata (dasar atau berimbuhan) atau frase dengan posisinya dalam sebuah wacana atau konteks.

Dengan demikian, keefektifan pengunaan kata dalam mengarang, tidak hanya berkaitan dengan kesesuaian kata itu dengan makna yang ingin disampaikan, tetapi juga berhubungan dengan ketepatan bentuk kata dengan konteks, serta nilai rasa yang melekat pada kata itu sendiri.

2.2 Panduan Memilih Kata
     Ada beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam pemilihan kata.
1      .      Membedakan dengan cermat kata-kata denotatif dan konotatif
Kita tahu bahwa suatu kata tidak selalu hanya mengacu pada pengertian dasarnya, tetapi juga dapat merujuk pada tautan atau asosiasi kata dengan sesuatu yang lain. perhatikan contoh berikut!
a.       (1) Dia makan lahap sekali.
(2) Honor anak buahnya, dia makan juga,
            b.   (1) Sepuluh tahun dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi.
                  (2) Sepuluh tahu dia bekerja sebagai peramuwisma di Arab Saudi.
           Apakah anda dapat merasakan perbedaan makna kata-kata tercetak miring pada kalimat a) dan b) di atas? Ya! Kata makanpada kalimat a(1) mengandung makna dasar yang sesungguhnya, yakni suatu aktifitas memasukan sesuatu pada mulut. Tetapi, kata makanpada a(2) memiliki metafora atau kiasan yang mengandung nilai rasa tertuntu (bersifat negatif) yaitu pemanfaatan hak orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya. Perbedaan rasa kata makanterjadi karena maksud dan konteks kalimat yang berlainan.
           Kata pembantu rumah tangga dan pramuwisma dalam kalimat b memiliki makna yang sama. Kedua kata itu mengacu kepada suatu pekerjaan yang menangani aktifitas rumah tangga keluarga. Meskipun demikian, nuansa makna yang dikanding berbeda. Kata pramuwisma terasa memiliki nilau rasa yang lebih santun dan terhormat dari pada pembantu rumad tangga.
           Jadi, kata makan pada a(1) dan  pembantu rumah tangga b(2) adalah kata-kata denotatif, yakni kata-kata yang mengacu pada makna dasar atau arti ssesunguhnya. Sifatnya netral dan lugas. Sebaliknya, kata makan pada kalimat a(2) dan  pramuwismapada b(2) adalah kata kata konotatif. Artinya, kata-kata itu mengndung tambahan makna berupa asosiasi tautan pemikiran atau perasaan tertentu. Nilai rasa itu bisa positif seperti indah, terhormat, tinggi, lucu, sakral, atau menyenangkan; bisa juga negatif seperti jelek, tidak beradab, hina, rendah, kasar, jorok, dan menakutkan.
            Lalu, untuk keperluan penulisan, manakah yang lebih cocok digunakan? Tergantung pada tujuan, topik, konteks, dan sifat karangan. Kalu anda bermaksud mengemukakan sesuatu yang informatif atau keilmuan, kata-kata denotatiflah yang akan mendominasi karangan anda. Mengapa? Karangan informatif atau ilmiah menyampaikan gagasan atau informasi yang harus dipahami secara persis seperti yang dimaksud oleh penulisnya. Kata-kata yang digunakan tidak boleh menibulkan kesalahantafsiran atau kesalahan maknaan. Anda dapat bayangkan kalau tulisan mengenai tehknik operasi dalamm medis atau bangunan mengunakan kata-kata konotatif. Bisa fatal akibatnya!
Sebaliknya, jika anda sampaikan adalah karya-karya kreatif seperti karya sastra, iklan, tulisan populer, atau kata yang berkaitan dengan sentuhan emosional pembaca, makna kata-kata konotatif akan banyak mewarnai tulisan Anda. Pada karya-karya kreatif seperti itu, peluang trjadinya tafsir ganda atau tautan pikiran pembaca dengan sutu hal, merupakan hal yang bisa atau bahkan di sengaja. Semakin beragam penafsiran atas suatu karya sastra serta semakin luas dan mendalam tautan makna yang dimunculkanya, akn semakin bermutu karya sastra tersebut.
           Hal-hal yang harus di ingat adalah batas penggunaan kedua macam kata itu merupakan sebuah rentangan (continum). Sebagai basis berbahasa, kata-kata denotatif merupan bahan utama dalam karangan apapun. Kata-kata itu digunakan baik dalam karya ilmiah maupun karya kreatif Adapun kata-kata konotatif jarang digunakan untuk penulisan karya ilmiah. Kalaupun ada, akan sangat sedikit dan tidak sampai menggangu pemaknaan. Sementara itu, dalam karya sastra atau karya kreatif lainya, keberadaan kata-kata konotatif lebih terasa daripada dalam karya ilmiah.
          Karena kata-kata bermakna konotatif merupakan tambahan makna atas suatu kata, maka kata-kata konotatif hanya dapat digukan dengan baik apabila makna denotasinya dengan baik pula.

2       .      Mencermati Kata-kata yang Bersinonim
Setiap kata mempuyai nuansa makna yang khas. Bagaimanapun tingginya tingkat kesinoniman antarkata, tidak ada sinonim yang mutlak. Tidak ada kata bersinonim yang dapat mengantikan kata satu sama lainpada setiap konteks. Perbedaan nuansa makna yang bersinonim itu pasti ada. Mungkin berkaitan dengan keumuman dan kekhususan jangkauan maknanya, kandungan emosional yang terdapat di dalamnya, serta distribusinya dalam konteks berbahasa. Perhatikan contoh berikut!


Kematian merupakan suatu peristiwa alami yang akan menjangkau semua penghuni bumi. Ia hendaknya dipandang sebagai gerbang kebahagiaan yang akan mempertemukan kedua pencinta sejati, makhluk dengan khalik-Nya. Kita semua akan mati. Dan kita harus senantiasa bersiap menyambutnya dengan kegembiraan yang tulus.

 Coba perhatikan kata kematian pada awal kalimat dan matipada akhir kalimat ketiga! Apakan kedua kata dalam konteks itu dapat digantikan dengan pendanannya: meninggal, tewas, menghadap tuhan, gugur, wafat,atau mangkat tanpa mengganggu keharmonian maknanya begitu pila dengan kata gugur misalnya dalam kalimat perwira yang penyantun dan pemberani itu gugur ketika menjalankan tugasnya, tepatkah bila digantikan dengan kata lain? Tentu tidak!
         Contoh lain kata dipandang (kalimat kedua) dan kegembiraan(kalimat terakhir) dalam konteks diatas tepatkah digantikan oleh pendaanya seperti dilihat, dilirik, atau ditatap, dan kesukaan atau kesenangan? Juga tidak! Mengapa? Karen kata-kata itu memiliki karakteristik yang berlainan. Ada kalanya perbedaan nuansa makna kata-kata bersinonim itu tidak dapat selalu dijelaskan secara verbal. Kita hanya dapat merasakannya dengan rasa kebahasaan kita.

3.      Memperhatikan Pergeseran atau Perubahan Makna Kata yang Terjadi
         Saudara, makna suatu kata itu dapat berubah. Perubahan itu dapat disebapkan oleh banyak hal. Di antaranya oleh kekreatifan pemakainya. Kata yang ada dibatasi maknanya serta di berikan makna baru dengan cakupan yang makin meluas atau menyempit, atau nilai rasa yang positif atau negatif. Dalam buku-buku tata bahasa, konsep perubahan makna katu itu kita kenal denan istilah meluas, menyempit, ameliorasi, peyorasi, metafora, metonim, sinestesia.
         Implikasinya, kita harus memperhatikan perubahan makna dari kata yang dipilih dengan cermat. Kata pahit misalnya, tidak hanya mengacu pada rasa makanan atau minuman saja yang dikecap oleh lidah, tetapi juga kepada sesuatu hal lai seperti : perkataan, perbuatan, atau peristiwa yang tidak nyaman dirasakan oleh nurani atau perasaan.
         Sehubung dengan adanya perubahan makna kata, di suatu sisi kita dapat memanfaatkannya sebagai kekayaan sumber daya pengungkapan maksud (variasi kata), terutama untukkata-kata yang mengalami perubahan makna meluas. Di sisi lain, kita perlu hati-hati menggunakannya agar tidak memunculkan kesalahpahamaan. Atas dasar itu, maka pemilihan kata seperti ini hendaknya di dasarkan oleh pertimbangan.
a.       Kelaziman dan keterkenalan makna kata dalam masyarakat bahasa;
b.      Kesesuaian makna kata dalam konteks dengan maksud tulisan

4.      Mancermati Pemakaian Kata-kata Teknis dan Populer
          Pengertian kata-kata teknis dan populer dibedakan berdasarkan frekuensi dan lingkup pemakaiannya dalam lapisan masyarakat pemakai bahasa. Kata-kata teknis biasanya dikenal dan digunakan oleh kalangan terpelajar atau tertentu dalam ruang lingkuo komunikasi yang agak terbatas dan bersifat resmi, seperti dalam seminar, diskusi ilmiah rapat dinas, pembelajaran, makalah, laporan, dan surat dinas. Adapun kata-kata populer dikenal dan dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat dalam berbahasa sehari-hari.
          Sebenarnya, batas antara kata populer dan kata teknis itu bersifat relatif. Meksudnya, pada suatu masa sebuah kata tertentu dikelompokkan sebagai kata teknis. Tetapi, karena sering digunakan di kalangan umum akhirnya kata itu dipahami dan digunakan oleh masyarakat luas. Kondisi ini menggeser pengelompokan kata teknis tersebut menjadi kata populer.


5.      Mencermati Penggunaan Kata Abstrak dan Konkret
           Kata abstrak sering dipertentangkan dengan kaa kankret. Ktata abstarak adalah kata yang makananya meengacu pada sesuatu yang tidak dapat diserap oleh pencaindra. Termasuk kedalamnya adalah kata-kata berkenaan dengan perasaan seperti indah, baik, sedih, dan nyaman, serta konsep atau gagasan seperti keadilan, kebahagiaan, kemanusiaan, dan kepahitan. Karena keabstakannya, pemaknaan setiap orang akan kata abstrak dapat berbeda-beda. Kata konkret adalah kata yang maknanya merujun pada sesutu yang diserap oleh panca indra, seperti rumah, orang, pohon, ayam dan buku.
            Lalu, kata-kata mana yang dipakai dalam tulisan kita? Hal ini tergantung pada tujuan dan jenis penulisan. Kata-kata konkret akan lebih efektif untuk menceritakan atau mendeskripsikan sesuatu karena dapat merangsang panca indra dan dapat menimbulkan gambaran nyata. Sebaliknya, kata-kata abstrak akan lebih efektif untuk penyampaian sesuatu yang bersifat konseptual dan gagasan yang rumit. Kata itu mampu menjelaskan perbedaan yang halus di antara ide-ide yang bersifat khusus. Walaupun begitu, kita hendahnya berhati-hati dan tidak berlebihan dalam menggunakan kata-kata abstrak. Karangan yang dipenuhi kata abstrak dapat menjadi samar, kaku, dantidak mudah dipahami. Perhatikan contoh berikut!

“Secara rasional dan relistis tentunya manusia Indonesia akan sependapat bahwa tidak ada orang yang membenarkan keinginan untuk mengharumkannama negara dan bangsanya dengan jalan makar. Terlebih bila menginginkan negara lain ikut intervensi terhadap urusan rumah tangga bangsanya yang sedang menghadapi tantangan pembangunan yang begitu kompleks di hari esok.”

             Cobalah Anda amati dan rasakan efek penggunaan kata-kata abstrak bergaris bawah pada kutipan diatas! Pemakaian kata-kata abstrak dalam tulisan tersebut sebenarnya dapat dimaklumi. Persoalannya, mengapa harus berlebihan. Contohnya, kata rasional sudah cukup mendukung makna konteks kalimat diatas. Tidak perlu lagi menambahkan kata realistis karena dapat mengaburkn maksud tulisan.

6.      Mencermati Kata-kata Umum dan Khusus
             Kata umum biasanya dipertentangkan dengan kata khusus. Perbedaan antara keduanya didasarkan pada ruang lingkup sematiknya. Semakin luas dan umum jangkauan makna suatu kata, semakin umum pula sifatnya. Sebaliknya, semakin sempit jangkauan suatu kata, semakin khusus pula sifatnya. Karena keluasan daya jangkaunya, kata umum digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide umum, sedangkan kata khusus dipakai untuk penjabaranya.
Unggas misalnya, kata umum, sedangkan ayam, burung, bebek, dan angsa adalah kata khusus. Batas keumuman dan kekhususan suatu kata itu bersifat gradual atau bertingkat. Dalam tulisan, konteks kalimat dapat menjelaskan tingkat kekhususan sebuah kata. Kata burung misalnya, lebih khusus dari kata ungas. Kata burung jauh lebih umum dari kata merpati, beo, jalak, dan cendrawasih.
               Jadi, semakin umum suatu kata semakin banyak pula kemungkinan petafsirannya. Sebaliknya, semakin khusus suatu kata, semakin terarah pula pemaknaanya. Meskipun demikian, tidak berarti kita harus selalu menggunakan kata khusus dan tidak boleh menggunaan kata-kata umumdalam tulisan, atau sebaliknya. Kata-kata umum tetap diperlukan untuk membuat abstraksi, klasifikasi, dan generalisasi. Yang harus kita perhatikan sebagai


penulis, gunakanlah kata-kata umum kalau benar-benar diperlukan. Untuk menghindari pemaknaan yang keliru terhadap kata umum, kadang-kadang pemakaian kata itu dapat disertai penjelasan-penjelasan yang lebihterinci atau contoh-contoh yang lebih konkret. Dengan demikian, tulisan kita akan lebih jelas dan spesifik.

7.      Mengunakan Kata dengan Hemat
Kehematan atau ekonomi kataberhubungan dengan penggunaan kata yang benar diperlukan dalam berbahasa, ini berarti kata-kata yang tidak diperlukan, yang jika dihilangkan tidak mempengaruhi arti atau maksud kalimat, harus dihindari. Pemakaian kata yang hemat akan menghasilkan diksi yang kuat. Ungkapan pun harus lebih ringkas, tetapi sarat dengan makna dan informasi. Bagi pembaca sendiri, kehematan kata akan membantunya mempermudah menangkap pesan yang disampaikan penulis.

8.      Mewaspadai Penggunaan Kata-kata yang Belum Umum Dipakai
Saudara ketika menulis, kita sering dihadapkan kepada keingginan untuk memvariasikan kata yang digunakan. Kita pun kadang-kadang tidak mengitahui padanan kata yang tepat dan populer untuk kata yang digunakan, yabg berasal dari bahasa daerah, kata dalam bahasa indonesia yang belum populer, kata yang bersumber dari bahasa asingatau hasil terjemahan sendiri. Kalau kita paksakan memakai kata-kata seperti itu, kita khawatir pembaca kan bingung yang pada akhirnya menggangu pemahaman merekaatas tulisan kita. Adakah cara untukmengatasi masalah seperti itu?
               Saudara, kalau kita terpaksa menggunak kata yang belum dikenaldari mana pun sumbernya kita dapat menyasatinya dengan cara berikut.
a.     Berikan penjelasan atau padananyauntuk kata-kata yang belum banyak dipakai. Letakkan penjelasan atau padanannya di dalam kurung.
Contoh: “seorang guru yang baik akan mengetahui ancangan (pendekatan)pembelajaran yang sesuai untuk kelasnya.”
b.      Jika penjelasan kata-kata itu cukup panjang sehingga diperkirakan dapat menggangu pembaca, kita dapat meletakannya sebagai catatan kaki. Tentu saja kita harus memberikannya tanda tanda tertentu (tanda bintang [*] atau angka [1), 2), 3), ...]) di ujung kanan atas pada kata yang memerlukan penjelasan.

“pengentasan kemiskinan seyogianya tidak sekadar dengan memberikan bantuan modal kepada orang-oarang miskin. Tetapi juga, dengan keterampilan yang dapat memberdayakan*) dirinya.”

             Apabila kata memberdayakan itu belum dikenal masyarakat luas, maka penjelasnnya diletakkan setelah kalimat terakhirdi bagian bawah halaman. Penjelasan kata itupun diawali dengan tanda bintang atau tanda lain yang digunakan. Misalnya:
*)kata memberdayakan berasal dari bahasa inggris empower. Arti kata tersebut adalah....



c.       Jika kata-kata yang digunakan adalah hasil terjemahan yang belum dikenal, maka dibelakang kata itu diletakkan kata asalnya dalam tanda kurung. Kata asal itu ditulis dengan huruf miring atau ditandai dengan garis bawah. Contoh:

“Seperti halnya pemerolehan bahasa lisan, dalam pemilikan bahasa tulis pun anak mengalami fase prabaca-tulis atau awal keberaksaraan (emergent literacy).”

9.      Mencermati Pengunaan Kata Baku dan Tidak Baku
Kita hendaknya memprhatikan tingkat kebakuan kata yang digunakan dengan tulisan kita sesuai dengan masalah yang dibahas, jenis tulisan, serta pembacanya. Untuk surat-surat atau tulisan pribadi, boleh saja menggunakan kata-kata yang tidak baku. Tetapi untuk tulisan formal, seperti surat dinas, makalah, artikel, laporan, dan dokomen, pemakaian kata-kata tidak baku seharusnya dihindari.
              Pemakaian kata-kata yang tidak baku untuk sebuah tulisan dinas atau ilmiah mencerminkan kekurangcermatan penulisnya. Kalaupun kita terpaksa menggunakan kata tidak baku, maka kata itu hendaknya ditulis dengan huruf miring atau digarisbawahi. Kalau kita ragu akan kebakuan kata yang akan digunakan, kita dapat mengeceknya melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

10.   Menggunakan Majas Secara Cermat
Majas atau gaya bahasa berfungsi untuk menghidupkan dan mengkonkretkan karangan. Majas memiliki kekenyalan atau keluwesan makna yang luar biasa. Kandungan arti tan dimilikinya mampu memancing indra pembaca karena sering lebih konkret daripada ungkapan yang harafiah. Lagi pula, majas sering lebih ringkas daripada padanannya yang terungkap dalam kata-kata biasa.
               Meskipun demikian, pemakain majas yang berlebihan dapat mengaburkan kejelasan pesan yang akn disampaikan penulis. Terlebih-lebih kalau tulisan itu brsifat keilmuan. Dengan demikian, majas hendaknya dipakai bila memang sangat diperlukan, terutama untuk mengkonkretkan sesuatu yang abstrak atau memadatkan makna.


2.3 Pengembangan Kalimat Efektif
 Perhatikan kedua contoh berikut! Lalu, cermati manakah di antara kalimat berikut yang penggunaan kalimatnya lebih enak di baca.

Contoh 1:
Brain gym adalah merupakan latihan khusus yang bertujuan menjaga otak agar selalu prima melalui gerakan pola dasar menyilang kiri dan kanan, atas dan bawah, atau depan dan belakang. Gerakan menyilang itu memiliki maksud dan tujun untuk menciptakan keseimbangan fungsi dari otak kiri dan fungsi dari otak kanan.
Menurut berbagai hasil penelitian, latihan gerak menyilang semacam ini bisa meningkatkan kemampuan mengingat, meningkatkan kewaspadaan, dan meningkatkan kemampuan otak dalam membuat keputusan.



Contoh 2:
Brian gym atau senam otak adalah merupakan latihan khusus yang bertujuan menjaga otak agar selalu prima. Metode latihan dilakukan dengan pola dasar gerakan menyilang kiri-kanan, atas-bawah, atau depan-belakang. Gerakan menyilang itu dimaksudkan untuk menciptakan keseimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan.
Menurut berbagai hasil riset, latihan gerak menyilang semacam ini dapat meningkatkan daya ingat, kewaspadaan, dan kemampuan otak dalam membuat keputusan.



             Dari kedua contoh diata dapat dilihat bahwa contoh ke-2 jauh lebih enak dinikmati dibandingkan dengan contoh ke-1. Mengapa? Ini karena penataan kalimat pada contoh 2 menjadi lebih jelas dan mudah dipahami. Istilah brian gym, misalnya disertai dengan terjemahannya ‘senam otak’.kata atau frase yang tiak perlu tidak digunakan. Penataan kalimatpun lebih praktis, tidak bertele-tele. Berbeda dengan contoh 1, kita menemukan banyak ketidakefektifan kalimatnya. Misalnya, pemubaziran kata seperti adalah merupakan serta maksud (pilih salah satu), fungsi dari otak kiri dan fungsi dari otak kanan (buang kata dari dan fungsi dari frase ke-2), serta pengulangan kata yang sama pada alinea ke-2, yaitu kemampuan.
               Penataan bahasa pada contoh ke-2 pun lebih menarik. Misalnya, kalimat pertama alinea ke-1 pada contoh ke-1 yang begitu panjang dipecah menjadi dua kalimat. Frase kiri-kanan, atas-bawah, atau depan belakang hanya menggunakan tanda hubung (-) bukan kata penghubung dan seperti pada contoh ke-1. Penggunaan frase daya ingat lebih artistik dari pada kemampuan mengingat seperti pada contoh ke-1.
               Berdasarkan contoh diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pada prisipnya kalimat efektif adalah kalimat yang mampu mewakali gagasan, pikiran, dan perasaan penulis sehingga dapat dipahami dengan tepat oleh pembaca seperti yang dipirkan dan dirasakan penulisnya.

2.4 Membangun Kalimat Efektif
Kalimat efektif setidaknya dibangun oleh dua hal, yaitu kepaduan (termasuk kelogisan, kehematan, kesejajaran) dan kevariasian.

1.      Kapaduan
Kepaduan adalah keterkaitan antarberbagai unsur kalimat yang membentuk satu kesatuan bentuk dan arti. Kepaduan kalimat dibangun oleh kelogisan, kehematan, dan kesejajaran.
a.       Kelogisan
Kelogisan berhubungan dengan dua hal, yaitu ketepatan penggunaan kaidah bahasa, kesesuaian diksi, dan keselarasan hubungan antar unsur bahasa itu sendiri. Misalnya, setiap kalimat pasti memiliki subjek dan predikat, terlepas apakah subjek atau  predikat itu dieksplisitkan atau dilesapkan.
b.      Kehematan
Kehematan berkaitan dengan efesiensi penggunaan unsur bahasa dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan penulis. Dalam konteks ini, penulis menghindarkan diri dari pengunaan bahasa berlebihan dan tidak diperlukan (kata, frase,


atau klausa). Pemakaian unsur bahasa seperti itu tidaklah memiliki dampak apapun terhadap kejelasan atau keestetikan kalimat yang digunakan penulis.
c.       Kesejajaran
Kesejajaran atau paralelisme berkaitan dengan pengunaan unsur-unsur bahasa (kata atau frase) yang mencermenkan kesamaan/keserupaan jenis dan bentuk untuk mengungkapkan sesuatu yang bersifat serial atau sederajat. Penerapan kesejajaran dalam membuat kalimat tidak hanya mengakibatkan kejelasan makna, tetapi juga menimbulkan dampak kekuatan atau keindahan atas gagasan yang disampaikan penulis.

2.      Kevariasian
Kevariasian unsur kalimat dapat dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya melalui penggunaan berbagai pola kalimat, jenis atau bentuk kalimat, dan diksi, kelompok kata, atau bahkan klausa. Penggunaan variasi dalam kalimat juga dapat menimbulkan efek tertentu, seperti penekanan (emphasizing) bagian-bagian penting yang ingin ditonjolkan dalam kalimat. Penekanan itu dimaksudkan untuk menarik perhatian pembaca akan bagian informasi tertentu yang di kemukakan penulis.



BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dari penjelasan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa dalam membuat suatu karangan penulis harus lebih memperhatikan pengunaan kata diksi dan juga keefektifan kalimat dalam karangan tersebut, agar para pembaca dapat mudah mengerti mengenai karangan tersebut dan juga tidak merasa bosan dalam membaca kalimat demi kalimat dalam karangan tersebut.







Komentar